Rabu, 09 Januari 2013


Cinta Tapi Beda: Sebuah Film Kontroversial di Tengah Masyarakat Minangkabau


Baru-baru ini sebuah film karya sutradara Hanung Bramayanto dan Hestu Syahputra ditayangkan serentak di bioskop-bioskop nusantara sejak 27 Desember 2012. Film ini dibintangi oleh Agni Pratistha, Reza Nangin, Choky Sitohang. Film ini bercerita tentang seorang gadis yang bernama Diana, seorang gadis Padang, beragama Katholik yang taat beragama terhadap keyakinnyaDiana, gadis asal Padang. Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan. Dalam perjalanan waktu, Diana berpacaran dengan Cahyo, seorang Pria yang berlatar belakang suku Jawa, dan seorang muslim yang taat dengan agamanya. Diana dan Cahyo sudah berencana untuk melangsungkan pernikahan mereka. Namun rencana mereka ditentang oleh ibunda Diana dan semua anggota keluarganya karena adanya perbedaan keyakinan antara Diana dan Cahyo. Dengan adanya penolakan ini, maka Diana dan Cahyo terpaksa membatalkan rencana pernikahan mereka, dan akhirnya mereka berpisah.
Setelah berpisahnya Diana dan Cahyo, akhirnya Diana dijodohkan dengan seorang Pria bernama Oka. Oka adalah seorang pria Padang yang berprofesi sebagai Dokter dan memiliki keyakinan yang sama dengan Diana. Keluarga Diana sangat setuju dengan perjodohan yang mereka harapkan, karena baik itu Diana dan Oka adalah sama sama memeluk agama Katholik. Meskipun cahyo tetap beranggapan bahwa antara Diana dan dia disatukan bukan karena adanya perbedaan keyakinan, melainkan karena adanya cinta yang menyatukan mereka. Setelah Diana meninggalkan Cahyo dan beralih ke Oka, Cahyo beranggapan bahwa Diana sama saja dengan mantannya yang terdahulu, yakni Mitha yang meninggalkan Cahyo dan beralih ke pelukan pria lain.
Dengan adanya alur cerita di dalam film ini, hal inilah yang memicu kemarahan masyarakat minang. Mereka menganggap bahwa alur cerita dari film ini terdapat penyimpangan dari falsafah adat Minangkabau yang sangat terkenal dengan istilah “Adat Basandi Sayarak, Sarak Bersandi Kitabullah”. Dengan kata lain, mayoritas dari Masyarakat Minangkabau merupakan penganut agama Islam.
Dampak lain dari adanya film ini adalah bahwa masyarakat Minangkabau khawatir bahwa cerita dalam film ini akan merusak sendi-sendi adat dan budaya Minangkabau dalam berkehidupan sehari-hari yang sangat menjaga hubungan antarsesama. Film ini berdampak kepada perubahan pola piker, khususnya generasi muda di dalam masyarakat Minangkabau yang merupakan basis dimana agama islam berkembang dan merupakan salah satu daerah yang dulunya agama Islam berada.
Setelah pemutaran film Cinta Tapi Beda di berbagai bioskop di daerah-daerah, maka puluhan pengunjuk rasa turun ke jalanan dan ke depan kantor pemerintahan, salah satunya di daerah Pekan Baru, Riau. Puluhan pengunjuk rasa tersebut menamakan diri mereka dalam Ikatan Mahasiswa Minang Rantau (IMAMARU) menggelar aksi damai di Tugu Ikan Selais, di depan kantor Walikota Pekanbaru. Para pengunjuk rasa beranggapan bahwa film besutan Hanung Bramayanto dan Hestu Syahputra itu mengandung unsur SARA, dimana masyarakat Minangkabau merasa dilecehkan akibat adanya film tersebut. Masyarakat Minangkabau memang sangat jelas dengan adat dan keyakinan mereka yang mayoritas beragama muslim, sehingga masyarakat merasa bahwa dengan adanya film tersebut telah memutarbalikkan kenyataan yang ada di tengah masyarakat Minangkabau.
Belajar dari berbagai pengalaman mengenai film-film kontroversial, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa setiap munculnya film kontorversial, maka di tengah masyarakat akan menimbulkan pro dan kontra terhadap film tersebut. Jelas sekali bahwa dalam sebagian pihak di dalam film tersebut mempunyai unsur negatif terhadap mereka, dan demikian juga sebagian pihak lain menanggapinya bahwa dalam film itu merupakan karya yang dihasilkan dari proses panjang untuk menghasilkan suatu karya film yang sangat berharga.
Dalam perjalanannya, yang namanya film kontroversial akan laris manis di pasaran. Masyarakat berusaha menonton atau mendapatkan kasetnya untuk dapat ditonton. Dengan adanya kontroversi dalam film tersebut, masyarakat ingin mendapatkan jawaban, hal apa yang merupakan sumber kontroversi di tengah masyarakat tertentu, dengan hal ini adalah masyarakat Minangkabau. Banyaknya masyarakat yang menonton atau membeli kasetnya, maka akan didapat omset penjualan dari pemutaran dan beredarnya kaset film tersebut.
Semuanya itu, mari kita kembalikan kepada masyarakat. Toh masyarakat juga sudah dapat bersikap dewasa dalam menanggapi terkait diputarnya film kontroversial tersebut. Sebab dalam hal ini, sebagian pihak menilai dalam film tersebut tidak mengandung unsur SARA atau pelecehan terhadap kelompok lain. Hanya saja kita diharapkan untuk lebih dewasa menanggapi segala isu yang ada di tengah kita, sehingga ke depannya tidak ada ditemukan permasalahan yang lebih besar terkait film kontrovesial tersebut.
Oleh: Rudi Salam Sinulingga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar